SUMBAWA – “Anggaran pusat banyak disunat untuk kegiatan rapat, jadi jumlah untuk program utamanya menjadi sedikit,” kata Maryono, Kabid PPA II Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pernyataan ini diutarakan dalam agenda sosialisasi Desentralisasi Fiskal oleh Kemenkeu RI DJPb NTB di Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), Selasa, (14/11/2023).
Dalam keterangannya, Maryono mencontohkan pada program penanganan stunting. Realisasi anggaran terbilang banyak terpotong untuk kegiatan administratif.
Karena itu, kata Maryono, Pemerintah disebut telah bergerak namun kerap menghadapi situasi demikian.
Di samping itu, masih banyak yang belum memahami sebab perbedaan jumlah kucuran anggaran pusat antara daerah satu dengan yang lainnya.
Terkait hal itu, Maryono menerangkan perbedaan jumlah pembagian anggaran tergantung jumlah kontribusi pajak daerah.
Keterangan ini diceritakan kembali oleh Tarysa Dewi Maharani, Mahasiswi Prodi Aktuaria Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UTS yang kala itu turut menghadiri kegiatan tersebut.
Menurutnya pemaparan terkait persoalan keuangan kenegaraan semacam ini sangat perlu dipahami oleh khalayak
Minimal, dari situ pemahaman terkait alur alokasi anggaran negara bisa dimengerti oleh mahasiswa.
Akan tetapi kata Tarysa, belum ada pemaparan yang cukup mendalam terkait Regional Chief Economist (REC) dan UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Selaras dengan itu, Rozi..Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Teknologi Sumbawa turut bersuara soal Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Sejauh ini Pemerintah Sumbawa telah melakukan yang terbaik, namun masih perlu dimaksimalkan untuk penarikan pajak dan retribusi untuk peningkatan PAD,” imbuh Rozzy.
Menurutnya, daerah harus lebih mandiri dalam meningkatkan PAD dan tidak hanya bergantung pada pusat. Terlebih, daerah memiliki hak otonomi untuk berkembang.*GR